BSTRAK

Status gizi balita berperan penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan gizi pada anak di bawah lima tahun dapat menyebabkan perawakan pendek, yaitu kondisi di mana Panjang Badan per Umur (PB/U) atau Tinggi Badan per Umur (TB/U) berada di bawah -2 Standar Deviasi (SD) dari standar pertumbuhan normal. Salah satu langkah pencegahan perawakan pendek adalah dengan mengidentifikasi faktor risikonya. Penelitian ini menganalisis faktor risiko perawakan pendek pada tingkat individu dan rumah tangga di Puskesmas Rende dengan desain cross sectional. Sebanyak 25 balita dengan perawakan pendek dan 30 balita normal diteliti melalui kuesioner dan pengukuran antropometri dan microtoice, kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square,regresi logistik, dan T-independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat ISPA ≥3 kali (OR: 2,15), konsumsi protein hewani kurang dari 3 kali seminggu (OR: 2,79), ibu dengan pendidikan rendah (OR: 4,24), pendapatan keluarga rendah (OR: 4,92), pemberian vitamin A (OR: 2,52), serta jenis kelamin laki-laki (OR: 2,77) meningkatkan risiko perawakan pendek. Sebaliknya, berat badan lahir,riwayat diare, pemberian obat cacing, imunisasi dasar lengkap, dan jarak ke fasilitas kesehatan tidak berhubungan signifikan. Infeksi berulang dan imunitas rendah
dapat menghambat penyerapan nutrisi dan meningkatkan kebutuhan energi,sementara kurangnya protein hewani menghambat pertumbuhan. Rendahnya pendidikan ibu dan keterbatasan ekonomi membatasi pola asuh, akses gizi, dan layanan kesehatan. Pemberian vitamin A dikaitkan juga dengan faktor risiko perawakan pendek, karena defisiensi vitamin A dapat menghambat pertumbuhan tulang. Balita laki-laki lebih rentan mengalami perawakan pendek dibandingkan perempuan karena kebutuhan gizi yang lebih tinggi.

Kata kunci: Balita, Faktor risiko, Perawakan pendek.